Para pelaku industri tekstil dan pakaian jadi dari Amerika Serikat (AS) serta berbagai negara lainnya mengungkapkan kekhawatiran terhadap kebijakan tarif tambahan yang sedang dipertimbangkan oleh pemerintah AS. Meskipun Presiden Donald Trump tidak mengumumkan kebijakan tersebut pada hari pelantikannya, kecemasan tetap mengemuka karena kemungkinan penerapannya masih ada.

Stephen Lamar, Presiden sekaligus Ketua Eksekutif American Apparel & Footwear Association (AAFA), menyatakan bahwa tarif tambahan berpotensi membebani rantai pasokan industri. Menurutnya, ketidakpastian ini berdampak negatif terhadap banyak pihak yang ingin membuat keputusan bisnis tetapi masih ragu karena belum adanya kejelasan mengenai kebijakan tersebut.

Dalam sebuah diskusi panel di ajang Texworld NYC, Lamar menegaskan bahwa jika tarif diterapkan, beban akhirnya akan ditanggung oleh konsumen. Ia juga mengidentifikasi tarif dan regulasi sebagai dua faktor utama yang akan memengaruhi biaya rantai pasokan pada 2025. Selama kampanye kepresidenannya pada 2024, Trump mengancam akan memberlakukan tarif universal sebesar 10 hingga 20 persen terhadap semua barang impor, yang memicu kekhawatiran luas di sektor perdagangan.

Jonathan Gold, Wakil Presiden Kebijakan Rantai Pasokan dan Bea Cukai di National Retail Federation AS, juga menyoroti dampak ekonomi dari kebijakan tersebut. Ia menjelaskan bahwa tarif tidak dibayar oleh pemerintah atau negara asing, melainkan oleh para pengimpor AS, yang pada akhirnya harus meneruskan beban biaya ini kepada konsumen. Kenaikan tarif ini diperkirakan terlalu besar untuk diserap oleh importir, sehingga harga barang akan meningkat secara signifikan di pasar.

Blake Harden, Wakil Presiden Perdagangan Internasional di Retail Industry Leaders Association (RILA), mengungkapkan bahwa memorandum "Kebijakan Perdagangan America First" yang diterbitkan Trump memberikan sinyal kuat bahwa pemerintahannya tengah mempertimbangkan berbagai tarif berdasarkan berbagai alasan. Jika kebijakan ini diterapkan, terutama terhadap impor dari Meksiko dan Kanada, dampaknya akan semakin luas dan langsung dirasakan oleh konsumen akhir.

Carlos Couttolenc Lopez, Presiden Textiles La Libertad, perusahaan tekstil asal Meksiko, menyoroti dampak tarif tambahan terhadap industri tekstil negaranya. Ia menyatakan bahwa perdagangan bebas antara Meksiko, AS, dan Kanada akan terhambat jika AS benar-benar menerapkan kebijakan tarif. Saat ini, sekitar 40 persen pangsa pasar perusahaannya bergantung pada ekspor ke AS dengan margin keuntungan yang sudah tipis. Jika tarif diterapkan, ia harus menaikkan harga atau mencari solusi bersama pelanggan Amerika.

Kekhawatiran serupa juga diungkapkan oleh Vuong Duc Anh dari Vietnam National Textile and Garment Group (Vinatex). Ia berharap kebijakan tarif tidak diberlakukan karena akan membebani konsumen AS. Selain itu, Anh memperingatkan bahwa penerapan tarif baru dapat memicu inflasi, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kebijakan suku bunga oleh Federal Reserve.

Para pelaku industri tekstil dan pakaian jadi di berbagai negara kini berada dalam posisi menunggu, dengan harapan bahwa pemerintah AS akan mempertimbangkan kembali kebijakan ini secara matang. Jika tarif tetap diberlakukan, mereka harus mencari cara untuk menyesuaikan biaya produksi serta menjalin kerja sama lebih erat dengan mitra dagang guna mengurangi dampak yang ditimbulkan.