Pasar tekstil India kembali menjadi ladang potensial bagi Indonesia setelah pemerintah Negeri Bollywood resmi mencabut aturan Quality Control Order (QCO) terhadap produk viscose staple fiber (VSF) asal Indonesia. Kebijakan yang berlaku sejak akhir bulan lalu tersebut mengakhiri hambatan ekspor yang sempat menggerus penjualan selama dua tahun terakhir.
Menteri Perdagangan Budi Santoso menegaskan bahwa pencabutan QCO menjadi titik balik penting bagi industri serat buatan nasional. Ia mendorong pelaku usaha untuk segera menangkap peluang yang kembali terbuka di pasar India. Menurutnya, kebijakan ini dapat memperbaiki performa ekspor yang sempat melemah drastis. “Ini peluang strategis bagi industri serat buatan. Kami mengharapkan pelaku usaha segera memanfaatkan pasar India yang kembali terbuka,” ujar Budi di Jakarta (5/12).
Sebelumnya, produsen VSF diwajibkan mengantongi sertifikasi Bureau of Indian Standards (BIS) serta memenuhi ISO 17266:2019. Aturan tersebut menjadi hambatan teknis yang menekan kinerja ekspor Indonesia. Akibatnya, nilai ekspor VSF terjun bebas dari USD 110,72 juta pada 2022 menjadi hanya USD 14,03 juta pada 2024. Kesepakatan pencabutan aturan ini diklaim sebagai hasil negosiasi berkepanjangan antara pemerintah Indonesia dan otoritas India, termasuk penyampaian keberatan resmi melalui forum WTO.
Meski peluang ekspor kembali terbuka, industri tekstil nasional menilai langkah ini harus diimbangi dengan penguatan daya saing dalam negeri. Ketua Umum Asosiasi Garmen dan Tekstil Indonesia (AGTI) Anne Patricia Sutanto menyebut, Indonesia sebenarnya memiliki kemampuan besar untuk memenuhi kebutuhan tekstil domestik dan memperluas ekspor. Namun, banyak hambatan struktural dan standar global yang masih belum sepenuhnya terpenuhi.
Menurut Anne, penyederhanaan regulasi menjadi kunci untuk menaikkan daya saing nasional. “Kalau regulasinya disimplifikasi, daya saing akan naik. Pemerintah sebenarnya punya kemauan mendukung, tinggal penyelarasan kebijakan,” ujarnya. Ia juga menegaskan bahwa impor tetap diperlukan untuk bahan produksi tertentu yang memerlukan teknologi tinggi atau standar mutu internasional. Keterbatasan pengembangan produk di sebagian pabrik lokal membuat sejumlah merek global masih memilih bahan impor.
Pencabutan QCO dari India memberikan secercah harapan bagi industri serat Indonesia. Namun, tanpa pembenahan regulasi dan peningkatan kapasitas produksi, kesempatan emas ini berisiko hanya menjadi angin lalu. Indonesia kini berada pada momen penting untuk tidak hanya merebut kembali pasar luar negeri, tetapi juga memastikan fondasi industri tekstil dalam negeri semakin kokoh dan kompetitif.