SRIL and PBRX Issue Global Bond

Textile Stakeholders Request Strengthening Industrial Integration

Parliament Asks to Control Illegal Importation of Textiles

IKATSI Reveals Details of Import Violations

MOI Optimizes Sustainable Resources For Industrial Production

Britain Will Ban Imports From China

RPP on Industry and Trade is Less Favorable to Local

Textile Industry Optimistic Could Recover This Year

Trade Surplus, Textiles Industry Still in the Red Zone

APR Encourages Supply Chains as the Focus of the Road Map

Pakistan's Exports to Indonesia Supported by Textile Products

ARGO Optimistic Will Improve Performance in 2021

APSyFI : PLB Threatens to Eliminate US $ 8.3 Million Yarn Exports

Stake Holder : Textile Industry Needs Fundamental Changes

Setiap tahun, menjelang momen yang penuh keceriaan, yakni Hari Raya Idul Fitri, masyarakat Indonesia tak pernah absen untuk mempersiapkan segala kebutuhan. Salah satu yang tak boleh terlewatkan adalah busana baru untuk menyambut Lebaran. Di antara hiruk pikuk persiapan, ada satu tempat yang menjadi magnet bagi para pemburu tekstil: Pasar Cipadu di Kota Tangerang. Memasuki bulan Ramadan, pasar ini menjadi pusat perhatian, menawarkan beragam bahan baku busana dengan harga terjangkau. Pasar Cipadu tidak pernah kehilangan daya tariknya, bahkan seiring berlalunya waktu. Pengunjung dari berbagai penjuru, bahkan luar kota, memadati tempat ini untuk mendapatkan bahan baku busana terbaik. Kain maxmara, wolpis, ceruti, rayon motif, rayon polos, satin, sampai katun tersedia dalam berbagai varian dan jumlah, baik satuan maupun grosiran.

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia menghadapi tantangan besar yang memuncak dalam krisis pemutusan hubungan kerja (PHK) yang melibatkan lebih dari 1 juta pekerja. Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, memperkirakan angka ini seiring dengan penurunan drastis dalam utilisasi pabrik sejak kuartal keempat tahun 2022. Perlambatan ekonomi global yang mengakibatkan penurunan permintaan dari pasar ekspor utama produk TPT Indonesia menjadi salah satu faktor utama yang memicu gelombang PHK ini. Serangan barang impor, baik yang legal maupun ilegal, juga telah menggerus pangsa pasar bagi industri domestik.

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia telah lama menjadi tulang punggung perekonomian domestik. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, tantangan besar muncul dalam bentuk banjirnya impor ilegal yang masuk melalui berbagai jalur, termasuk jasa titip atau jastip. Hal ini menjadi sorotan utama Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, yang menyatakan bahwa aktivitas jastip ilegal telah merugikan industri domestik. Menurut Redma, peraturan baru yang diusung oleh Pemerintah Indonesia, yakni Peraturan Menteri Perdagangan No. 36/2023, yang mengatur tata kelola impor border, menjadi langkah penting dalam menciptakan keadilan dalam dunia usaha. Dalam pandangannya, banyak barang ilegal yang masuk ke pasar domestik melalui jastip, yang secara tidak sah tidak membayar bea masuk dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), merusak daya saing produk lokal.