Industri tekstil Indonesia tengah menghadapi tekanan yang semakin berat. Hingga akhir 2025, tercatat lima pabrik tekstil di sektor hulu telah menghentikan operasional dan menutup usaha mereka sepenuhnya. Kondisi ini berdampak langsung pada pemutusan hubungan kerja yang diperkirakan mencapai sekitar 3.000 pekerja. Situasi ini dinilai sebagai tanda nyata bahwa proses deindustrialisasi tengah terjadi di Tanah Air.

Industri manufaktur Indonesia memasuki periode penuh tantangan sepanjang 2025. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melaporkan bahwa variabel produksi dalam Indeks Kepercayaan Industri (IKI) kembali mengalami kontraksi untuk keenam kalinya secara berturut-turut. Pada November 2025, indeks produksi turun 1,08 poin ke level 47,49, meskipun indikator pesanan baru justru meningkat 0,68 poin ke angka 55,93. Kondisi ini memperlihatkan ketidakseimbangan antara permintaan yang mulai pulih dengan produksi yang masih tertahan.

Industri tekstil Indonesia kembali berada dalam sorotan setelah tekanan besar dari produk impor membuat sejumlah pabrik gulung tikar. Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI) menyebutkan, kinerja industri hulu tekstil menurun drastis sepanjang 2025. Bahkan, tercatat lima perusahaan telah menutup operasionalnya, mengakibatkan setidaknya tiga ribu pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).