Industri tekstil Indonesia masih menghadapi tekanan berat di tengah tren ekspansi sektor manufaktur nasional. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada November 2025 berada pada level ekspansi 53,45. Namun, dari 23 sub sektor manufaktur, industri tekstil menjadi satu-satunya yang mengalami kontraksi—bahkan dalam dua bulan berturut-turut setelah Oktober 2025 menunjukkan hasil serupa.

Perdebatan mengenai akar persoalan menurunnya daya saing UMKM tekstil kembali mencuat seiring dengan maraknya isu penertiban pedagang pakaian bekas atau thrifting. Para pelaku usaha thrifting menolak apabila penurunan kinerja UMKM dikaitkan dengan keberadaan mereka, karena menilai segmen pasar yang dibidik berbeda. Di hadapan Badan Aspirasi Masyarakat DPR RI, mereka justru menyoroti membanjirnya pakaian impor murah sebagai faktor utama yang menekan pelaku industri tekstil lokal.

Sektor industri kimia, farmasi, dan tekstil (IKFT) terus menunjukkan ketangguhan di tengah tantangan ekonomi global. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat, sepanjang kuartal III-2025 sektor ini mampu tumbuh hingga 5,92% secara tahunan (YoY), dengan kontribusi sebesar 3,88% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Capaian ini sekaligus memperlihatkan peran strategis IKFT dalam menopang industri pengolahan nonmigas yang juga tumbuh 5,58% YoY, melampaui pertumbuhan ekonomi nasional di angka 5,04%.

Industri tekstil Indonesia tengah menghadapi tekanan yang semakin berat. Hingga akhir 2025, tercatat lima pabrik tekstil di sektor hulu telah menghentikan operasional dan menutup usaha mereka sepenuhnya. Kondisi ini berdampak langsung pada pemutusan hubungan kerja yang diperkirakan mencapai sekitar 3.000 pekerja. Situasi ini dinilai sebagai tanda nyata bahwa proses deindustrialisasi tengah terjadi di Tanah Air.

Industri manufaktur Indonesia memasuki periode penuh tantangan sepanjang 2025. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melaporkan bahwa variabel produksi dalam Indeks Kepercayaan Industri (IKI) kembali mengalami kontraksi untuk keenam kalinya secara berturut-turut. Pada November 2025, indeks produksi turun 1,08 poin ke level 47,49, meskipun indikator pesanan baru justru meningkat 0,68 poin ke angka 55,93. Kondisi ini memperlihatkan ketidakseimbangan antara permintaan yang mulai pulih dengan produksi yang masih tertahan.