Kebijakan tarif baru yang diberlakukan Amerika Serikat (AS) terhadap produk China pada tahun 2025 membuka peluang strategis bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke Negeri Paman Sam. Peneliti utama dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) Media Lab sekaligus Founder Datawheel, Cesar Hidalgo, mengungkapkan bahwa tarif sebesar 10-20 persen yang diterapkan pemerintahan Donald Trump akan mendorong pergeseran rantai pasok global, yang menguntungkan sektor manufaktur Indonesia.
Rencana relokasi pabrik dan investasi sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) dari China ke Indonesia mengalami kendala besar akibat permasalahan birokrasi. Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen (APSyFI) mengungkap bahwa birokrasi yang rumit dan tidak transparan menjadi hambatan utama dalam menarik investasi asing di sektor ini. Ketua Umum APSyFI, Redma Gita Wirawasta, menyebutkan bahwa potensi investasi dari China ke Indonesia sebenarnya sangat besar, terutama akibat perang tarif antara China dan Amerika Serikat. Namun, proses perizinan yang berbelit serta adanya oknum birokrasi yang bermain dalam pengurusan izin membuat investasi ini mandek.
Minat investor asing untuk mengembangkan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia masih tergolong rendah. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menilai hal ini disebabkan oleh kondisi pasar yang belum stabil serta regulasi yang kurang mendukung. Wakil Ketua API, David Leonardi, menjelaskan bahwa investasi hanya akan efektif jika didukung oleh daya beli dan permintaan pasar yang kuat agar dapat memberikan dampak positif bagi industri dan negara. Namun, ia menyoroti bahwa saat ini kondisi pasar domestik dan global masih belum menunjukkan perbaikan yang signifikan.
Page 53 of 324