PT Global Sukses Solusi Tbk (RUNS) atau RUN System berkolaborasi dengan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk memperkenalkan layanan Enterprise Resource Planning (ERP) kepada bisnis kecil dan menengah di sektor tekstil. Kemitraan ini bertujuan untuk mendorong digitalisasi di industri tersebut dan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan RUNS.

Pemecahan beberapa kementerian dalam kabinet baru yang akan dibentuk oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dinilai oleh Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB) dapat menimbulkan komplikasi di sektor industri tekstil. Ketua Umum IPKB, Nandi Herdiaman, menyampaikan bahwa meskipun pemisahan kementerian, khususnya Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UMKM), dapat memberikan perhatian lebih kepada UMKM, hal ini juga berisiko menimbulkan tantangan baru.

Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) mengungkapkan penyebab utama penurunan kontribusi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Ketua Umum APSyFI, Redma Gita Wirawasta, mengungkapkan bahwa tren serupa juga terjadi pada kontribusi industri pengolahan nonmigas atau manufaktur terhadap PDB yang mengalami penurunan signifikan dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir. Menurut data, kontribusi sektor ini turun dari 25% pada tahun 2014 menjadi 18,67% pada tahun 2023.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa ekspor industri pengolahan mengalami penurunan pada September 2024. Penurunan ini terutama dipengaruhi oleh komoditas minyak kelapa sawit (CPO), pakaian jadi dari tekstil, dan logam dasar mulia. Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan bahwa sektor industri pengolahan menjadi kontributor utama penurunan ekspor nonmigas secara bulanan.

Industri batik Indonesia terus menunjukkan potensi besar dalam berkontribusi terhadap ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT). Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, menyatakan bahwa meskipun ekspor batik pada triwulan II 2024 baru mencapai nilai 8,33 juta dolar AS, angka ini dinilai belum optimal. "Masih banyak peluang yang bisa dimanfaatkan untuk memperluas pasar ekspor batik nasional," ujar Agus dalam peringatan Hari Batik Nasional (HBN) di Jakarta.