Industri dalam negeri Indonesia saat ini tengah menghadapi tantangan besar akibat lonjakan impor produk dari China. Banjirnya produk-produk murah asal China ke pasar Indonesia telah memberikan pukulan keras bagi produsen lokal, terutama di sektor tekstil dan garmen. Para pengusaha garmen, baik dari industri rumahan maupun pabrik besar, merasakan dampak langsung berupa penurunan pangsa pasar dan kesulitan bersaing dengan harga produk impor yang jauh lebih murah.

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia tengah mengalami masa-masa sulit. Sejak pandemi COVID-19 melanda, pasar ekspor tekstil anjlok drastis, mengakibatkan banyak pabrik garmen harus menutup operasinya dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Situasi semakin memburuk dengan masuknya produk tekstil impor ilegal yang merusak pasar dalam negeri. Kondisi ini turut mempengaruhi industri modest fashion yang saat ini tengah berkembang di Indonesia.

Aliansi Masyarakat Tekstil Indonesia (AMTI) mengungkapkan kekhawatiran mereka terhadap kinerja Satuan Tugas (Satgas) Impor Ilegal yang dinilai masih jauh dari kata efektif. Meskipun Satgas ini telah dibentuk dan mulai beroperasi, namun hingga kini, dampaknya belum dirasakan oleh pelaku industri tekstil. Agus Riyanto, Koordinator AMTI, menyatakan bahwa tidak adanya penindakan tegas terhadap perusahaan, gudang, atau pemilik usaha yang terbukti melakukan impor ilegal menunjukkan lambatnya kinerja Satgas.