Industri manufaktur Indonesia saat ini tengah menghadapi tekanan besar, baik dari segi pasar ekspor maupun banjir impor murah yang merusak daya saing produk dalam negeri. Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Bob Azam, menyoroti hal ini dengan menyatakan bahwa Indonesia telah kehilangan salah satu pasar ekspor terpentingnya, yaitu Eropa. Menurutnya, keterlambatan dalam menyelesaikan perjanjian perdagangan bebas antara Indonesia dan Uni Eropa menjadi salah satu penyebab utama industri manufaktur dalam negeri terpukul.
Dalam beberapa bulan terakhir, industri tekstil di Indonesia mengalami tekanan berat dengan meningkatnya angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Data dari Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa sebanyak 46.240 pekerja di industri ini kehilangan pekerjaan pada periode Januari hingga Agustus 2024. Hal ini memicu kekhawatiran banyak pihak, termasuk Komisi IX DPR RI, yang meminta pemerintah segera mencari solusi.
Nike Inc menyuarakan pentingnya kebijakan pemerintah dalam mendorong industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia untuk mengadopsi praktik produksi yang berkelanjutan. Menurut Southeast Asia Head of Government and Public Policy Affairs Nike, Devi Kusumaningtyas, adopsi praktik berkelanjutan di sektor TPT di Indonesia saat ini masih belum ekonomis, terutama karena tingginya biaya implementasi dan preferensi konsumen yang lebih mengutamakan kualitas produk daripada keberlanjutan.
Page 249 of 410