Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia mengalami perubahan drastis dalam beberapa dekade terakhir. Indonesia, yang sebelumnya menjadi pemasok bahan baku tekstil bagi China, kini justru berbalik menjadi sangat bergantung pada produk tekstil dari Negeri Tirai Bambu tersebut. Transformasi ini menunjukkan bagaimana industri TPT China berkembang pesat, meninggalkan industri TPT Indonesia yang semakin tertinggal.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa industri tekstil di Indonesia belum mengalami masa surut atau "sunset industry". Pernyataan ini disampaikan meskipun gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor ini menjadi isu yang hangat akhir-akhir ini.
Analis Senior Indonesia Strategic and Economics Action Institution, Ronny P. Sasmita, memperkirakan bahwa tren penurunan permintaan produk tekstil dan pakaian jadi produksi dalam negeri masih akan terus terjadi hingga dua tahun ke depan. Ronny menyampaikan, tren penurunan ini disebabkan oleh sejumlah alasan.
Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di industri tekstil Indonesia masih berlanjut, mengakibatkan ribuan pekerja kehilangan pekerjaan. Terbaru, dilaporkan bahwa sebuah pabrik tekstil berencana memangkas karyawannya hingga 500 orang. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, mengkonfirmasi rencana tersebut dan menyebutkan bahwa ada empat pabrik yang akan melakukan PHK dalam waktu dekat.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Arsjad Rasjid, secara terbuka mengungkapkan bahwa industri tekstil di Indonesia sedang menghadapi krisis serius yang ditandai dengan banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK). Dalam pernyataannya di Jakarta pada Selasa, 6 Agustus 2024, Arsjad menegaskan bahwa sektor tekstil memang sedang berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan.
Page 172 of 240