Ekonom Senior INDEF, Faisal Basri, mengemukakan dua alasan utama di balik tumbangnya sejumlah pabrik tekstil di Indonesia dalam beberapa waktu terakhir. Pertama, keterbatasan biaya menjadi penghalang bagi industri tekstil untuk meningkatkan teknologi yang digunakan. Perusahaan-perusahaan tekstil besar di Jawa Barat, khususnya, enggan melakukan restrukturisasi mesin karena mahalnya biaya, termasuk pajak pertambahan nilai (PPN) dan bunga pinjaman yang tinggi.

Situasi terkini industri tekstil nasional sedang berada dalam kondisi yang tidak stabil. Ratusan buruh dari berbagai pabrik tekstil menggelar demonstrasi untuk menentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal. Said Iqbal, Presiden Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia, mengungkapkan bahwa melalui aksi ini, para buruh menyampaikan sejumlah tuntutan kepada pemerintah, salah satunya adalah pencabutan Permendag Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

Pemerintah Indonesia berencana untuk menerapkan kebijakan pungutan ganda sebagai langkah proteksi terhadap industri lokal dari serbuan produk impor. Dua instrumen kebijakan yang akan digunakan adalah Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD).