Rencana Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk membatasi peredaran pakaian bekas impor mendapat dukungan luas, termasuk dari Konfederasi Serikat Pekerja Muslim Indonesia (Sarbumusi). Kebijakan ini dinilai sebagai langkah strategis untuk memulihkan industri tekstil dan garmen nasional yang tengah mengalami tekanan akibat maraknya arus impor pakaian bekas.

Presiden Sarbumusi, Irham Ali Saifuddin, menyebut langkah tersebut sebagai kebijakan yang “strategis dan telah lama ditunggu” oleh pelaku industri dan pekerja. Menurutnya, derasnya arus pakaian bekas impor telah memukul sektor padat karya, menyebabkan penurunan produksi hingga pemutusan hubungan kerja di berbagai pabrik tekstil dan garmen. “Industri tekstil dan garmen kita sedang terpuruk. Banyak perusahaan harus melakukan PHK karena pasar dibanjiri pakaian bekas impor. Kami mengapresiasi langkah Menteri Purbaya yang berani melindungi produsen lokal,” ujar Irham, Jumat (31/10/2025).

Irham menekankan pentingnya kebijakan pembatasan impor disertai dengan upaya reindustrialisasi nasional. Pemerintah, katanya, perlu mendorong investasi baru dan menghidupkan kembali sektor-sektor manufaktur seperti tekstil, garmen, dan alas kaki yang menjadi tulang punggung ekonomi rakyat. Ia juga menegaskan bahwa pembatasan impor harus diikuti dengan penegakan hukum yang tegas terhadap praktik penyelundupan dan perdagangan ilegal.

“Bola sekarang ada di tangan Bea Cukai dan Barantin. Banyak laporan menunjukkan penyelundupan pakaian bekas lewat kode HS yang tidak akurat. Ini harus ditindak tegas,” ucapnya. Irham juga menyoroti perlunya sinergi kebijakan antara Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, dan lembaga terkait agar pelaksanaan pembatasan impor berjalan efektif di lapangan.

Sarbumusi menilai langkah ini sejalan dengan ambisi pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional di atas 7 persen. Menurut Irham, target tersebut hanya akan tercapai jika industri padat karya kembali bangkit dan menjadi penggerak utama penciptaan lapangan kerja. “Kalau pemerintah mampu mengendalikan impor pakaian jadi, industri tekstil dalam negeri akan bangkit. Itu akan jadi bukti bahwa janji pertumbuhan 7% bisa diwujudkan,” tegasnya.

Rencana penerbitan aturan baru oleh Kementerian Keuangan ini merupakan bagian dari langkah pemerintah untuk menertibkan perdagangan pakaian bekas impor yang marak di pasar daring dan jalur informal. Selain merugikan produsen lokal, peredaran barang bekas impor juga menimbulkan kekhawatiran soal kebersihan dan dampak lingkungan.

Meski demikian, sejumlah pengamat mengingatkan bahwa keberhasilan kebijakan ini akan bergantung pada koordinasi antarinstansi dan pengawasan di pelabuhan. Tanpa pengawasan ketat, potensi penyelundupan dan salah klasifikasi barang impor dikhawatirkan tetap terjadi.

Dengan penerapan kebijakan fiskal yang tegas dan pengawasan yang konsisten, pembatasan impor pakaian bekas diharapkan menjadi momentum kebangkitan industri tekstil nasional sekaligus memperkuat fondasi ekonomi berbasis produksi dalam negeri.