Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa ekspor industri pengolahan mengalami penurunan pada September 2024. Penurunan ini terutama dipengaruhi oleh komoditas minyak kelapa sawit (CPO), pakaian jadi dari tekstil, dan logam dasar mulia. Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan bahwa sektor industri pengolahan menjadi kontributor utama penurunan ekspor nonmigas secara bulanan.

Industri batik Indonesia terus menunjukkan potensi besar dalam berkontribusi terhadap ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT). Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, menyatakan bahwa meskipun ekspor batik pada triwulan II 2024 baru mencapai nilai 8,33 juta dolar AS, angka ini dinilai belum optimal. "Masih banyak peluang yang bisa dimanfaatkan untuk memperluas pasar ekspor batik nasional," ujar Agus dalam peringatan Hari Batik Nasional (HBN) di Jakarta.

Gelaran Pilkada Serentak 2024 diprediksi tidak akan memberikan dampak signifikan bagi pertumbuhan industri tekstil dalam negeri. Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat Benang Filamen Indonesia (APSyFi), Redma Gita Wirawasta, menyatakan pesimismenya terhadap kontribusi Pilkada terhadap peningkatan permintaan tekstil. Hal ini berhubungan erat dengan pengalaman pada Pemilu 2024 yang lalu, di mana konsumsi atribut kampanye seperti kaos partai dan atribut calon legislatif mengalami penurunan drastis.