Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa Sastraatmaja, menyampaikan rencana strategis untuk memperbesar porsi impor kapas dari Amerika Serikat (AS) sebagai respons terhadap penerapan tarif impor sebesar 32 persen oleh pemerintahan Presiden AS Donald Trump terhadap Indonesia. Langkah ini menjadi salah satu opsi negosiasi dalam meredam dampak tarif yang dinilai memberatkan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional.

Menurut Jemmy, saat ini porsi kapas impor Indonesia dari AS hanya sekitar 17 persen dari total impor kapas. API berharap angka ini dapat ditingkatkan hingga 40-50 persen dalam waktu dekat. Ia menyadari bahwa ketergantungan penuh terhadap kapas AS tidak realistis karena produk ini bergantung pada musim dan kondisi pertanian. Namun, peningkatan porsi impor diharapkan mampu memberi sinyal positif dalam negosiasi perdagangan dengan AS, yang kini tengah mengalami defisit neraca perdagangan terhadap Indonesia sebesar USD 18 miliar.

Di samping itu, API juga mengusulkan penurunan tarif impor terhadap produk pakaian jadi berbahan kapas dari AS, dari 32 persen menjadi sekitar 10-15 persen. Menurut Jemmy, langkah ini dapat membuka ruang kerja sama yang lebih luas sekaligus mendorong efisiensi dalam industri tekstil nasional.

Jemmy juga mencatat bahwa volume impor kapas dari AS mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir dan kini berada di kisaran 450-500 ribu ton per tahun. Jika rencana peningkatan porsi impor berjalan dengan baik, ia optimistis angka tersebut bisa kembali mendekati kondisi normal, yakni 800-900 ribu ton per tahun.

Menanggapi kesiapan industri dalam negeri, Jemmy menegaskan bahwa rantai industri TPT dari hulu ke hilir telah siap menyerap tambahan kapas dari AS. Ia juga tengah menggalang komitmen dari para produsen garmen untuk menggunakan benang dan kain berbasis kapas Amerika guna memperkuat posisi Indonesia dalam perdagangan global.

Terkait alasan di balik tingginya tarif impor yang diberlakukan oleh AS, Jemmy menduga salah satunya berkaitan dengan maraknya peredaran barang palsu di Indonesia. Produk seperti Nike palsu atau Adidas dengan empat garis menjadi perhatian dalam dokumen keluhan yang diterima oleh pihak AS. Selain itu, isu pelanggaran hak kekayaan intelektual (Intellectual Property/IP) serta keberadaan barang ilegal turut menjadi sorotan dalam laporan analis perdagangan mereka.

Tarif 32 persen yang akan mulai diberlakukan pada 9 April 2025 tersebut diklaim berasal dari perhitungan defisit perdagangan dibagi dengan angka impor. Meski demikian, Jemmy menilai tetap diperlukan dasar alasan yang kuat dan objektif agar kebijakan tersebut bisa dipertimbangkan ulang.

Melalui pendekatan yang lebih terbuka dan peningkatan kerja sama dagang yang saling menguntungkan, API berharap negosiasi ini dapat membawa hasil yang positif bagi keberlangsungan industri tekstil Indonesia sekaligus memperbaiki hubungan dagang dengan Amerika Serikat.