Belum lekang dari ingatan publik soal serangkaian gagal bayar yang menimpa beberapa perusahaan tekstil besar di Indonesia, seperti Pan Brothers hingga Sritex. Situasi ini menggambarkan tekanan berat yang tengah dihadapi oleh industri tekstil nasional. Namun di tengah tantangan tersebut, Presiden Prabowo Subianto menegaskan pentingnya dukungan terhadap sektor ini, yang dikenal sebagai sektor padat karya dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.
Presiden bahkan telah memberikan arahan kepada bank-bank BUMN untuk terus mengucurkan kredit bagi sektor tekstil. Menurutnya, potensi pasar domestik Indonesia sangat besar dan mampu menjadi tumpuan permintaan tekstil, terutama dari kebutuhan seragam sekolah bagi sekitar 44 juta pelajar di tanah air. Dalam rapat bersama para direksi bank-bank BUMN (Himbara), Gubernur Bank Indonesia, dan Menko Perekonomian, Prabowo menegaskan bahwa sektor tekstil harus tetap menjadi prioritas dukungan.
Senada dengan itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyambut baik semangat pemerintah. Namun, ia mengingatkan bahwa dukungan perbankan juga harus mempertimbangkan respons pasar dan perkembangan teknologi yang dapat membuka peluang baru di industri tekstil. Ia menilai bahwa industri ini belum tentu memasuki fase "sunset" jika mampu melakukan adaptasi teknologi, perbaikan mesin, serta didukung dengan kebijakan perdagangan, perpajakan, dan investasi yang tepat.
Di sisi data, Bank Indonesia mencatat bahwa penyaluran kredit modal kerja ke industri pengolahan, termasuk tekstil, tumbuh 10,9% secara tahunan pada Februari 2025. Sementara kredit investasi tumbuh 10,8% pada periode yang sama. Meski data khusus untuk tekstil tidak dirinci, ini menunjukkan masih adanya geliat kredit di sektor tersebut.
Bank Mandiri, misalnya, mencatat penyaluran kredit ke sektor manufaktur yang mencakup industri tekstil mencapai Rp 182,9 triliun hingga akhir Februari 2025. Angka ini setara 14% dari total portofolio kredit Bank Mandiri. Namun, pertumbuhan terbesar berasal dari subsektor makanan dan minuman, kimia, serta logam dasar. Kendati demikian, Bank Mandiri tetap melihat sektor manufaktur sebagai bidang yang menjanjikan dalam jangka panjang, terutama pada industri bernilai tambah tinggi. Bank juga tetap menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit, dengan mempertimbangkan faktor seperti kapasitas produksi, prospek pasar, efisiensi operasional, dan tata kelola perusahaan.
Sementara itu, dari kalangan bank swasta, OCBC Indonesia menilai bahwa portofolio kredit untuk sektor tekstil masih dalam kondisi baik. Presiden Direktur OCBC Parwati Surjaudaja menyebutkan bahwa meski porsinya tidak besar, sekitar high single digit, kualitas kredit tetap terjaga. Ia juga menekankan bahwa sebagai bank yang lahir dari kota Bandung, OCBC memahami karakteristik industri tekstil secara lebih dekat dan tetap melayani kebutuhan kredit nasabah dari sektor ini selama masih dalam batas kelayakan.
Kondisi ini memperlihatkan bahwa meskipun industri tekstil tengah menghadapi tekanan berat, sektor perbankan tetap membuka ruang untuk mendukung keberlangsungan dan transformasi industri ini. Dukungan ini diharapkan mampu menjadi angin segar bagi para pelaku usaha tekstil untuk kembali menggeliat di tengah bayang-bayang lesunya bisnis dan tantangan global yang terus bergulir.