Memasuki 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, kemandirian ekonomi kembali menjadi sorotan, termasuk di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT). Para pelaku industri menekankan bahwa kemerdekaan sejati tidak hanya berarti bebas dari tekanan global, tetapi juga terbebas dari dominasi internal yang melemahkan iklim usaha.

Sejumlah asosiasi yang semestinya menjadi wadah aspirasi dan mitra pemerintah dinilai sering melenceng dari perannya. Alih-alih mendorong kolaborasi dan inovasi, sebagian justru menyebarkan pesimisme dan mengedepankan agenda sempit, yang dikhawatirkan dapat menghambat investasi serta mengancam jutaan tenaga kerja yang menggantungkan hidup pada industri TPT.

Namun, di tengah narasi krisis yang kerap digaungkan, data menunjukkan performa industri TPT masih solid. Hingga kuartal I 2025, investasi baru mencapai Rp5,40 triliun dengan tambahan 1.907 tenaga kerja. Total tenaga kerja yang terserap di sektor ini tetap terjaga pada angka 3,76 juta orang, atau hampir 20 persen dari total pekerja manufaktur nasional. Dari sisi ekspor, nilai perdagangan TPT menembus US$2,99 miliar, naik 1,53 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Data terbaru BKPM bahkan mencatat investasi baru kuartal II 2025 mencapai Rp10,21 triliun, tumbuh 4,35 persen secara tahunan, dan menyumbang 0,95 persen terhadap PDB nasional.

“Industri tekstil Indonesia sedang bertransformasi, bukan runtuh. Narasi krisis yang dibesar-besarkan hanya akan menakut-nakuti investor dan merugikan bangsa sendiri,” ujar pengamat industri tekstil dari Panca Sakti University, Joni Tesmanto. Pemerintah pun menegaskan bahwa asosiasi seharusnya menjadi jembatan solusi, bukan sumber perpecahan, dengan menempatkan semangat kemerdekaan sebagai usaha melepaskan diri dari segala bentuk dominasi yang menghambat produktivitas.

Momentum peringatan 80 tahun Indonesia merdeka menjadi refleksi penting bahwa masa depan industri tekstil tidak boleh terjebak kepentingan sempit. Sinergi, optimisme, dan komitmen bersama seluruh pemangku kepentingan menjadi kunci untuk membangun ekosistem TPT yang sehat, inklusif, dan berdaya saing tinggi. Seperti ditegaskan Wakil Ketua Umum PB Pemuda Muslim, Supriyadi, kemerdekaan sejati industri tekstil hanya akan lahir dari kolaborasi, bukan dominasi. Dengan kebersamaan, tekstil dapat menjadi motor kemandirian ekonomi yang menopang visi Indonesia Emas 2045.