Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) menegaskan bahwa kebijakan larangan impor pakaian bekas atau thrifting harus diikuti dengan dukungan nyata bagi UMKM tekstil nasional. Sekretaris Jenderal HIPMI, Anggawira, menilai bahwa penguatan kemandirian industri lokal mutlak diperlukan agar efek kebijakan benar-benar dirasakan seluruh pelaku usaha, bukan sekadar industri besar. Pernyataan ini muncul di tengah rencana pemerintah yang semakin serius menghapus praktik thrifting, yang dinilai dapat membuka peluang bagi kebangkitan industri clothing lokal, termasuk di Kota Bandung.

Dukungan terhadap kebijakan ini juga datang dari Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagin) Kota Bandung, Ronny Ahmad Nurdin. Ia mengungkapkan bahwa larangan thrifting telah memberikan angin segar bagi pelaku industri tekstil dan clothing Bandung. Menurut Ronny, geliat industri lokal kini kembali terasa. Bahkan, sebuah brand distro yang sempat vakum selama satu dekade mulai kembali beroperasi. Bandung yang dikenal sebagai barometer industri clothing nasional disebut memiliki potensi besar menarik pembeli dari luar negeri, terutama dari Malaysia dan Singapura. Namun, Ronny mengingatkan pentingnya inovasi produk serta penguatan strategi pemasaran agar brand lokal mampu bersaing di pasar domestik maupun ekspor.

Meski kebijakan larangan impor pakaian bekas terus diperkuat, data Statistik Indonesia menunjukkan bahwa impor pakaian bekas dan tekstil masih mencapai US$78,19 juta atau sekitar Rp1,3 triliun pada periode Januari–Juli 2025. Pasokan terbesar berasal dari China, Vietnam, dan Bangladesh, menandakan bahwa tantangan penegakan kebijakan masih cukup besar.

Anggawira menilai bahwa diperlukan kebijakan yang terukur agar momentum ini mampu memperkuat industri tekstil nasional secara menyeluruh. Kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan UMKM menjadi kunci agar produk sandang lokal dapat meningkatkan daya saing, tidak hanya di pasar dalam negeri tetapi juga di pasar global. Dengan dukungan yang tepat, pelarangan thrifting dapat menjadi titik balik bagi kebangkitan industri tekstil Indonesia.