Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional kembali berada dalam kondisi darurat. Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) secara resmi mengirim surat kepada Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, untuk meminta audiensi membahas langkah penyelamatan sektor ini dari gempuran impor ilegal dan praktik dumping produk asal China.

Di tengah derasnya arus globalisasi dan modernisasi, kesenian tradisional Indonesia kerap terpinggirkan oleh budaya instan yang serba cepat. Namun, di sebuah sudut Yogyakarta, tepatnya di Kampung Petinggen, Kelurahan Karangwaru, muncul secercah harapan melalui sebuah komunitas kreatif bernama Warucraft Karangwaru. Didirikan oleh sekelompok ibu-ibu pengrajin, kelompok ini menjadi simbol kebangkitan kembali seni tekstil tradisional yang mengakar kuat pada nilai-nilai budaya nusantara.

Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) mengirim surat kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk membahas langkah penyelamatan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional. Langkah ini diambil menyusul maraknya praktik impor ilegal dan dumping yang semakin menekan daya saing industri dalam negeri.

Kinerja industri pengolahan nonmigas kembali menunjukkan tren positif dan menjadi motor utama penggerak ekspor nasional. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor ini menyumbang 72,55% dari total ekspor Indonesia pada Agustus 2025 dengan nilai mencapai US$ 13,22 miliar atau sekitar Rp 215,52 triliun.

Menjelang gelaran Bali Fashion Network® (BFN) 2026 yang akan diselenggarakan pada 18 Oktober di International Conference Center (ICC) Bali, antusiasme pelaku industri fashion dan tekstil semakin terasa. Ajang bergengsi ini kembali menjadi wadah strategis bagi UMKM tekstil dan fashion untuk menampilkan karya unggulan, menjalin kemitraan dengan buyer, serta memperluas jangkauan pasar hingga mancanegara.