Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) mengingatkan pentingnya menjaga keseimbangan neraca perdagangan dengan Amerika Serikat (AS) setelah keputusan penundaan penerapan tarif resiprokal selama 90 hari. Ketidakpastian dari hasil negosiasi antara Indonesia dan AS memicu kekhawatiran pelaku industri terhadap potensi penerapan tarif sebesar 32% untuk produk asal Indonesia.

Kekhawatiran terhadap maraknya impor tekstil ilegal dan praktik dumping terus disuarakan pelaku industri tekstil nasional. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menilai situasi ini mengancam pasar dalam negeri dan mendesak pemerintah untuk mengambil langkah konkret dengan memberlakukan kembali kebijakan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib serta pelabelan berbahasa Indonesia di perbatasan.

Belum lekang dari ingatan publik soal serangkaian gagal bayar yang menimpa beberapa perusahaan tekstil besar di Indonesia, seperti Pan Brothers hingga Sritex. Situasi ini menggambarkan tekanan berat yang tengah dihadapi oleh industri tekstil nasional. Namun di tengah tantangan tersebut, Presiden Prabowo Subianto menegaskan pentingnya dukungan terhadap sektor ini, yang dikenal sebagai sektor padat karya dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.