Industri tekstil nasional, khususnya di sektor hulu, tengah menghadapi tantangan besar akibat ketidakseimbangan kebijakan impor bahan baku chip untuk produksi benang poliester dan serat sintetis. Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), Andry Satrio, mengungkapkan bahwa perbedaan kepentingan dalam kebijakan ini tidak hanya menyulitkan pelaku industri dalam menjual produknya di pasar domestik, tetapi juga memicu perpecahan di antara asosiasi industri seperti Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI).
Federasi Serikat Buruh Garmen Kerajinan Tekstil Kulit dan Sentra Industri (FSB Garteks) meragukan efektivitas program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dalam mengatasi dampak pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor tekstil. Meskipun pemerintah telah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2021 menjadi PP Nomor 6 Tahun 2025, program ini dinilai masih belum mengakomodasi kebutuhan pekerja di sektor tekstil, garmen, alas kaki, dan kulit (TGSL), yang rentan terhadap ketidakstabilan ekonomi dan perubahan kebijakan pasar tenaga kerja.
Dalam rangka memperingati Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) pada Jumat (21/2/2025), PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) menggandeng perusahaan pengelolaan limbah tekstil Pable untuk mendaur ulang setidaknya 100 kilogram seragam bekas karyawan. Langkah ini menjadi bagian dari strategi Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) ASDP dalam mengurangi dampak lingkungan akibat limbah tekstil serta mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) poin ke-12 tentang Produksi dan Konsumsi yang Bertanggung Jawab.
Page 112 of 365