Kembalinya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) diprediksi membawa dampak signifikan bagi sektor industri Indonesia, khususnya tekstil. Direktur Eksekutif Center of Economic Reform (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, menilai bahwa kepemimpinan Trump berbeda jauh dibandingkan dengan Presiden Joe Biden, terutama dalam kebijakan perdagangan internasional.

Industri tekstil Indonesia menghadapi tantangan berat. Data Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament (APSyFI) mencatat, dalam dua tahun terakhir sebanyak 60 perusahaan tekstil terpaksa tutup. Dampaknya, 250.000 pekerja kehilangan pekerjaan akibat gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.

Kebijakan pemerintah untuk mendukung industri padat karya melalui insentif fiskal dinilai kurang efektif oleh Asosiasi Produsen Benang, Serat, dan Filamen Indonesia (APSyFI). Meski insentif tersebut dirancang untuk meringankan beban pelaku usaha di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT), Ketua Umum APSyFI, Redma Gita Wirawasta, menyatakan bahwa langkah ini tidak akan memberikan dampak signifikan bagi industri yang sudah terseok-seok selama lebih dari dua tahun.