Pemerintah Indonesia melayangkan protes terhadap kebijakan tarif impor Amerika Serikat yang dinilai tidak adil dan merugikan sejumlah komoditas ekspor unggulan Tanah Air. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan bahwa produk seperti garmen, tekstil, alas kaki, furnitur, hingga udang dikenakan tarif bea masuk yang lebih tinggi dibandingkan produk serupa dari negara-negara lain di Asia, termasuk kawasan ASEAN.

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional tengah berjuang menghadapi tekanan global yang semakin kompleks, mulai dari ketatnya persaingan internasional hingga membanjirnya produk impor di pasar domestik. Dalam situasi ini, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan komitmennya untuk terus mendukung pemulihan dan penguatan sektor strategis ini.

Masalah premanisme yang marak terjadi di kawasan industri dinilai dapat diatasi jika pemerintah serius mendorong pertumbuhan sektor tekstil dan produk tekstil (TPT). Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menilai bahwa akar persoalan premanisme adalah minimnya lapangan kerja, sehingga masyarakat mudah terjerumus ke dalam kegiatan yang merugikan dunia usaha.

Rencana Presiden Prabowo Subianto untuk menghapus kebijakan kuota impor mendapat sorotan tajam dari pelaku industri tekstil dalam negeri. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menilai kebijakan ini dapat menjadi pukulan telak bagi keberlangsungan sektor tekstil nasional yang selama ini sudah tertekan oleh gempuran produk impor.

PT Trisula International Tbk (TRIS), salah satu emiten tekstil nasional, menyatakan kewaspadaannya terhadap dinamika perdagangan global, khususnya kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump yang dinilai dapat berdampak pada sektor ekspor. Perusahaan menilai situasi global saat ini menuntut kewaspadaan dan adaptasi cepat guna menjaga stabilitas kinerja ekspor yang selama ini menjadi tulang punggung pendapatan.