Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), termasuk kulit dan alas kaki, terus menunjukkan potensi besar sebagai penopang perekonomian nasional. Dengan karakteristik sebagai sektor padat karya, industri ini telah menyerap sekitar 3,87 juta tenaga kerja, atau 20,51% dari total tenaga kerja sektor manufaktur. Selain itu, realisasi investasi di sektor TPT pun meningkat signifikan, mencapai Rp 39,21 triliun pada 2024 atau naik 31,1% dibandingkan tahun sebelumnya.

Perusahaan tekstil nasional Duniatex terus menunjukkan langkah positif dalam proses pemulihan bisnis pascapandemi Covid-19. Dengan semangat untuk mengoptimalkan setiap peluang, Duniatex menjalankan berbagai strategi demi mengembalikan kinerja perusahaan agar kembali solid. Salah satunya melalui pembaruan teknologi agar produk tetap kompetitif, baik di pasar domestik maupun global.

Meski diterpa berbagai tantangan, industri tekstil di Kabupaten Kudus masih bertahan. Ketua DPC Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kudus, Andreas Hua, menyatakan bahwa kondisi industri tekstil di wilayah tersebut masih tergolong aman, meskipun tidak sedang dalam keadaan baik. Pernyataan ini disampaikan pada Kamis, 1 Mei 2025, menanggapi dinamika yang tengah dihadapi sektor tersebut, khususnya terkait kesejahteraan pekerja.

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia tengah berada di titik nadir. Gempuran produk impor yang masif, lemahnya permintaan pasar, dan stagnasi investasi telah membawa industri ini ke jurang krisis. Dalam beberapa tahun terakhir, penurunan jumlah tenaga kerja menjadi cerminan nyata dari situasi yang semakin memburuk. Dari 5,5 juta pekerja sebelum pandemi, kini tersisa hanya 3,9 juta orang yang masih bertahan di sektor ini.

Rencana pembentukan Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK) oleh Presiden Prabowo Subianto menuai beragam respons, terutama dari kalangan pengusaha tekstil. Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Danang Girindrawardana, menyatakan bahwa meskipun gagasan ini lahir dari niat baik untuk mencegah PHK massal, perlu kewaspadaan agar pelaksanaannya tidak menjadi alat kriminalisasi terhadap pelaku usaha. Ia menekankan pentingnya memahami regulasi yang telah ada, khususnya hasil kesepakatan tripartit antara pekerja, pengusaha, dan pemerintah, dalam menangani hubungan industrial.