Pemerintah mengalokasikan Rp 20 triliun dari total target penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) tahun 2025 sebesar Rp 300 triliun untuk mendukung Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di sektor tekstil. Dana tersebut ditujukan untuk membantu pelaku usaha dalam membeli peralatan baru guna meningkatkan daya saing industri tekstil nasional.

Kebijakan tarif baru yang diberlakukan Amerika Serikat (AS) terhadap produk China pada tahun 2025 membuka peluang strategis bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke Negeri Paman Sam. Peneliti utama dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) Media Lab sekaligus Founder Datawheel, Cesar Hidalgo, mengungkapkan bahwa tarif sebesar 10-20 persen yang diterapkan pemerintahan Donald Trump akan mendorong pergeseran rantai pasok global, yang menguntungkan sektor manufaktur Indonesia.

Rencana relokasi pabrik dan investasi sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) dari China ke Indonesia mengalami kendala besar akibat permasalahan birokrasi. Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen (APSyFI) mengungkap bahwa birokrasi yang rumit dan tidak transparan menjadi hambatan utama dalam menarik investasi asing di sektor ini. Ketua Umum APSyFI, Redma Gita Wirawasta, menyebutkan bahwa potensi investasi dari China ke Indonesia sebenarnya sangat besar, terutama akibat perang tarif antara China dan Amerika Serikat. Namun, proses perizinan yang berbelit serta adanya oknum birokrasi yang bermain dalam pengurusan izin membuat investasi ini mandek.