Industri tekstil D.I.Yogyakarta (DIY) kini tengah merana dalam kondisi sulit, dipengaruhi oleh berbagai faktor global dan situasi pasar domestik yang tidak menguntungkan. Ekonom dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Y. Sri Susilo, menawarkan sejumlah saran kepada pemerintah untuk menjaga ketahanan sektor ini. Salah satu saran utamanya adalah perlunya perlindungan terhadap pasar domestik melalui pembatasan impor. Sri Susilo menekankan bahwa pembatasan ini penting agar impor tidak bebas, dengan opsi lain seperti kenaikan tarif yang harus dipertimbangkan dengan cermat. Dia juga mengusulkan pemberian insentif seperti pengurangan pajak guna mendukung industri tekstil.

Industri manufaktur, khususnya sektor tekstil, masih terjebak dalam gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terus berlanjut. Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mencatat angka yang mengkhawatirkan: sejak awal tahun 2023, lebih dari 7.200 pekerja di sektor tekstil menjadi korban PHK. Kabar terbaru tentang penutupan pabrik tekstil dan produk tekstil (TPT) di Jawa Barat pada 2 November 2023 lalu menyisakan pertanyaan besar terkait nasib sekitar 700 karyawan yang belum jelas akan mendapatkan pesangon. Manajemen pabrik tampaknya lebih memilih menempuh jalur hukum dalam penyelesaiannya.

Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) menjadi sorotan utama dalam dunia industri tekstil Indonesia menjelang tahun 2024. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) mengungkapkan pandangan mereka terkait permintaan kenaikan UMP sebesar 15% yang diajukan oleh serikat pekerja. Serikat pekerja telah menolak perhitungan UMP menggunakan rumus yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 51 Tahun 2023. Namun, API dan APSyFI menyuarakan pentingnya mempertimbangkan kenaikan UMP ini secara bijaksana, mengingat kondisi ekonomi global yang tidak stabil, yang juga berdampak pada Indonesia.