Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (ApsyFi) menilai bahwa penutupan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) mencerminkan kegagalan pemerintah dalam mengelola industri tekstil dan produk tekstil (TPT) selama satu dekade terakhir. Berhentinya operasional Sritex dinilai akan melemahkan ekosistem industri tekstil nasional karena perusahaan ini memiliki peran strategis dalam rantai pasok dari hulu hingga hilir.
Upaya pemerintah dalam merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8/2024 mendapat apresiasi karena diharapkan mampu memberikan perlindungan bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri yang tengah mengalami tekanan akibat persaingan global. Beleid ini dinilai telah melemahkan daya saing industri TPT, sehingga revisinya menjadi langkah penting untuk mengatasi berbagai permasalahan di sektor tersebut.
Ketua Umum Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (Ginsi), Subandi, menyatakan kekhawatirannya terkait potensi relokasi belasan perusahaan besar industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dari Vietnam ke Indonesia. Menurutnya, jika hal ini terjadi, industri TPT nasional berisiko mengalami kemunduran yang signifikan.
Anggota Komisi IX DPR, Zainul Munasichin, mengusulkan agar pemerintah turut serta dalam menyelamatkan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dan industri tekstil yang tengah mengalami krisis. Menurutnya, industri sandang merupakan sektor strategis yang memerlukan perhatian serius dari negara.
Komisaris Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), Iwan S Lukminto, mengungkap penyebab utama keterpurukan industri tekstil dalam negeri. Menurutnya, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 8/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor menjadi faktor besar yang menghantam sektor ini.
Page 101 of 240