Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengklaim bahwa salah satu penyebab utama dari Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) terhadap lebih dari 11 ribu pekerja dan penutupan 6 pabrik di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) adalah akibat dari Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024. Peraturan ini merupakan perubahan ketiga atas Permendag Nomor 36 Tahun 2023 yang mengatur kebijakan dan pengaturan impor.

Wacana pengenaan bea masuk antidumping (BMAD) untuk menekan impor tekstil menimbulkan kekhawatiran bahwa harga produk tekstil dalam negeri akan semakin mahal. Namun, para pengusaha industri tekstil dan produk tekstil (TPT) berpendapat sebaliknya. Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Danang Girindrawardana menegaskan bahwa kebijakan BMAD pada tekstil dan produk tekstil (TPT), termasuk pakaian atau garmen jadi, diproyeksikan tidak akan berdampak pada naiknya harga produk-produk lokal Indonesia.

Aliansi IKM, Pekerja, dan Masyarakat Tekstil Indonesia kembali menyuarakan keprihatinannya terhadap kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional yang semakin terpuruk. Tuntutan tersebut secara spesifik diarahkan kepada Kementerian Keuangan, khususnya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta Kementerian Perdagangan.

Kelompok buruh yang tergabung dalam Aliansi Industri Kecil Menengah dan Masyarakat Tekstil Indonesia mendesak pemerintah untuk menghentikan impor produk tekstil. Dalam demonstrasi yang berlangsung di Bandung, Jawa Barat, pada Jumat, 6 Juli 2024, para buruh menilai Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan dan Menteri Perdagangan harus bertanggung jawab atas lesunya industri tekstil dan produk tekstil (TPT).

Industri tekstil dalam negeri mengalami penurunan drastis hingga menyebabkan banyaknya PHK. Ekonom Senior INDEF, Faisal Basri, mengungkapkan beberapa faktor penyebab utama yang membuat sektor ini terpuruk.