Industri tekstil merupakan salah satu sektor yang telah mengalami transformasi yang signifikan dalam upaya menciptakan keberlanjutan lingkungan. Di tengah tantangan global terkait perubahan iklim dan masalah lingkungan lainnya, perusahaan-perusahaan tekstil mulai mengambil langkah-langkah progresif untuk mengurangi dampak negatif mereka terhadap lingkungan. Salah satu contoh nyata dari transformasi ini adalah Lenzing Group, produsen global serat selulosa regenerasi yang telah memimpin dalam memperkenalkan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam operasinya.

Kebijakan baru dari Kementerian Perdagangan yang tercantum dalam Permendag Nomor 36 Tahun 2023, yang mengatur kebijakan impor, menuai reaksi beragam dari berbagai pihak. Namun, Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) justru menyambut baik implementasi kebijakan tersebut, melihatnya sebagai peluang baru bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Tanah Air. Sebelumnya, kebijakan ini menuai protes dari sejumlah pelaku industri, yang mengeluhkan kesulitan dalam mengimpor bahan baku dan bahan penolong. Namun, Ketua Umum APSyFI, Redma Gita Wirawasta, mengungkapkan bahwa revisi terbaru kebijakan tersebut telah memberikan dampak positif bagi sektor hilir dan industri kecil menengah (IKM) TPT.

Indonesia yang terkenal dengan kekayaan keanekaragaman hayatinya, menarik perhatian Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki yang melihat potensi besar budidaya tanaman rami untuk produksi tekstil. Serat rami yang terkenal kualitasnya menawarkan alternatif yang menjanjikan dibandingkan bahan baku impor industri TPT sehingga memperkuat sektor TPT tanah air. Berbicara dari Desa Gandok, Kalikajar, Wonosobo, Jawa Tengah, Menteri Teten menekankan pentingnya meningkatkan produksi tekstil dalam negeri. Ia menyoroti tantangan yang dihadapi tekstil Indonesia dalam bersaing dengan produk impor, khususnya dari Tiongkok. Namun, ia melihat secercah harapan pada produktivitas rami yang luar biasa, yang dapat menjadi landasan bagi perekonomian tekstil dalam negeri.