Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (Apsyfi) mendesak pemerintah segera menerapkan sistem port to port manifest guna menekan maraknya penyelundupan dan praktik mis-declare yang selama ini merugikan industri tekstil nasional. Sistem tersebut mengandalkan dokumen ekspor asli dari negara asal sebagai dasar pemeriksaan impor, bukan lagi inland manifest atau pemberitahuan impor barang (PIB) yang dibuat sendiri oleh importir.

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) masih berada dalam fase kontraksi akibat berbagai tekanan yang menahan laju pertumbuhannya. Data Kementerian Perindustrian mencatat bahwa utilitas produksi industri tekstil hanya berada di angka 50%, sementara industri pakaian jadi berada di level 70% per Agustus 2025. Kondisi ini diperparah dengan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) TPT yang masih berada di zona kontraksi, yakni 49,74 poin pada Oktober 2025. Pertumbuhan subsektor tekstil dan pakaian jadi pun hanya mencapai 0,93% pada kuartal III/2025, menunjukkan lemahnya momentum pemulihan industri.

Pelaku UMKM tekstil dan konveksi menyambut dengan penuh apresiasi langkah tegas pemerintah dalam menindak impor pakaian bekas ilegal yang selama lebih dari satu dekade melemahkan industri sandang nasional. Upaya penertiban tersebut dinilai membawa harapan baru bagi usaha kecil yang selama ini berjuang menghadapi gempuran produk thrifting impor.