Menjelang akhir tahun 2025, pelaku usaha nasional, khususnya di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), masih menghadapi persoalan serius dalam mengakses kredit perbankan. Melalui saluran pengaduan Satgas Percepatan Program Strategis Pemerintah (P2SP), berbagai hambatan yang dihadapi dunia usaha mulai terungkap, salah satunya kesulitan industri tekstil memperoleh pembiayaan dari bank, termasuk bank milik negara.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menilai upaya pemerintah dalam mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di industri tekstil perlu dilakukan secara terkoordinasi dan berkelanjutan. Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani, mengapresiasi langkah Kementerian Ketenagakerjaan yang berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan sebagai bentuk keseriusan negara dalam melindungi tenaga kerja di sektor padat karya tersebut.

Peluang produk tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia untuk menembus pasar Eropa melalui perjanjian Indonesia–European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) dinilai masih menghadapi tantangan besar. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menilai, ketentuan keberlanjutan yang melekat dalam perjanjian tersebut justru berpotensi menjadi hambatan serius bagi industri nasional, terutama terkait penggunaan energi.

Pelaku industri tekstil dan produk tekstil (TPT) tengah diliputi kekhawatiran menyusul perubahan formulasi pengupahan yang akan berlaku pada 2026. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menilai kebijakan tersebut berpotensi memperberat beban usaha sektor padat karya dan memicu risiko serius, mulai dari terhambatnya ekspansi hingga ancaman penutupan pabrik.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai formulasi penetapan Upah minimum Provinsi (UMP) 2026 dapat mengancam kelangsungan industri padat karya. Formulasi yang ditetapkan pemerintah dianggap lebih tinggi dari usulan pengusaha.