Meskipun sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia mencatat adanya tambahan investasi baru sebesar Rp10,2 triliun pada 2024, geliat industri ini belum menunjukkan tanda-tanda kebangkitan. Sinyal deindustrialisasi dini masih terasa kuat, ditandai dengan rendahnya utilisasi pabrik dan maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK). Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Farhan Aqil Syauqi, menyebut bahwa tren PHK masih terjadi pada 2025, meskipun skalanya menurun dibanding tahun sebelumnya. Tambahan investasi, meski patut disyukuri, dinilainya belum cukup menggantikan investasi yang berhenti, baik dari sisi produksi maupun penyerapan tenaga kerja.
Operasional PT Donlong Textile di Desa Plumbon, Kecamatan Sambungmacan, Kabupaten Sragen, menuai sorotan tajam dari Komisi IV DPRD Sragen. Dalam inspeksi mendadak yang dilakukan pada Rabu, 30 Juli 2025, ditemukan bahwa pabrik tersebut telah menjalankan produksi meskipun belum mengantongi izin lengkap. Temuan ini semakin diperparah dengan keberadaan sejumlah tenaga kerja asing (TKA) asal Cina yang belum dapat menunjukkan dokumen resmi keimigrasian.
Krisis pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia terus berlanjut tanpa tanda pemulihan. Penutupan pabrik Asia Pacific Fibers (APF) di Karawang, Jawa Barat, menambah panjang daftar perusahaan yang kolaps akibat tekanan industri yang makin berat. Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, menyebut bahwa banjirnya produk impor, baik legal maupun ilegal, menjadi penyebab utama lumpuhnya daya saing industri dalam negeri.
Page 29 of 369